Kopi Pun Menyimpan Kebaikan untuk Bumi
Kopi Pun Menyimpan Kebaikan untuk Bumi
CORNELIUS HELMY
Ingatan Jajat Hidayat (32) kembali pada peristiwa menegangkan lima tahun lalu. Di hadapannya, segerombolan pembalak liar lengkap dengan gergaji mesin. Mereka siap beraksi menebang kayu, mencuri pohon di kawasan hutan Gunung Halu sekitar Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Foto: Petani di Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, memanen biji kopi, Rabu (25/5)- oleh Cornelius Helmy Herlambang
Kehadiran kopi di Mekarwangi berhasil memutus kebiasaan pembalak mencuri kayu di kawasan itu.
Meskipun khawatir, Jajat berusaha tak gentar. Masa depan kesejahteraan dia dan banyak warga Mekarwangi lain dipertaruhkan di kawasan berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat Kota Bandung itu. "Saya meminta mereka tidak menebang pohon di kawasan ini. Pohon besar itu dibutuhkan untuk melindungi kebun kopi seluas 10 hektar, yang hasil panennya menjadi tumpuan ekonomi warga," katanya.
Setelah berdebat, Jajat berhasil mempertahankan keinginannya. Hati para pembalak luluh dan segera angkat kaki. Kini, hasil pendekatan Jajat terus bertahan. Bising deru mesin pemotong kayu pun tak terdengar lagi. Ribuan pohon kopi baru tumbuh memberi kesejahteraan warga sekaligus melindungi lingkungan di sekitarnya dari bencana alam.
"Sebelum menanam kopi, saya tidak ambil pusing menjaga hutan. Sekarang kalau hutan ini hancur, dari mana saya bisa dapat penghasilan," kata Jajat.
Logika sederhana itu perlahan tapi pasti menjadi buah manis biji kopi di Gunung Halu. Bersama peluang ekonomi, peran masyarakat melindungi alam muncul tanpa paksaan.
Hamim (44), warga Mekarwangi lain, mengatakan, masyarakat sekitar hutan awalnya sulit mencari pekerjaan dan akhirnya merambah hutan. Kini, banyak warga, termasuk dia, lebih sejahtera dan menjadi agen perlindungan alam yang militan.
"Saya tidak mau miskin lagi dan menjadi buruh bangunan lagi di Jakarta. Bayangkan 22 tahun jadi buruh bangunan, penghasilan saya hanya Rp 30.000 per hari. Sebagai pengangkut kopi saya bisa mendapat Rp 70.000-Rp 300.000 per hari. Saya bisa beli rumah 45 juta dan membiayai sekolah anak-anak saya," katanya.
Cegah bencana
Sejak pertengahan tahun 2007, kopi Jabar kembali menggeliat. Unggul di berbagai kompetisi uji cita rasa nasional dan internasional membuat kebun kopi bermunculan.
Saat ini, terdapat 32.000 hektar lahan kopi di Jabar. Di lahan satu hektar, ada 1.000-1.600 pohon kopi dan dilindungi 400-500 pohon tinggi. Sekitar 114.000 orang hidup dari panen 1,5kg hingga 2 kg biji kopi per pohon per tahun. Harga biji kopi bervariasi dari Rp 8.500 hingga Rp 300.000 per kg.
Namun, kopi tidak sekadar enak diminum dan bernilai ekonomis menjanjikan. Banyak hal baik muncul, yang sering kali tidak disadari sebelumnya.
Selain kisah Jajat dan warga Mekarwangi lainnya, kajian peneliti dari Kementerian Pertanian Sri Puji Rahayu menyebutkan, tanaman kopi memang terbukti efektif mencegah erosi. Memiliki tajuk batang berlapis, kopi melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung.
Pohon kopi, menurut Sri, juga pandai mengikat tanah karena memiliki akar tunggang setebal setengah meter yang menghunjam hingga 3 meter dan akar lateral sepanjang 2 meter. "Run off (laju air di atas permukaan tanah) vegetasi tanaman kopi tidak jauh beda dengan run off hutan. Urutan persentase run offbeberapa vegetasi, seperti tanah terbuka, mencapai 60 persen; lahan rumput 18 persen; kebun kopi 3 persen; dan hutan 2,5 persen," kata Sri.
Kelemahan kopi yang memerlukan pohon pelindung untuk melindungi dari sengatan panas matahari juga langsung ikut berperan melindungi bumi. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Dadan Ramdhan mengatakan, akar pohon pelindung, seperti lamtoro, dadap, dan sengon laut, berperan besar mengikat tanah mencegah longsor dan erosi.
"Keberadaan pohon kopi dengan tanaman pelindungnya di Gunung Halu menjadi kontribusi positif. Gunung Halu adalah bagian dari Daerah Aliran Sungai Ciminyak yang merupakan Sub-DAS Sungai Citarum. Saat kondisi di Puntang diperbaiki, kopi berperan memperbaiki kondisi Citarum. Mulai keamanan masyarakat setempat, dari bencana hingga pelindung, aset penting nasional yang kini terancam," katanya.
Keberadaan Waduk Saguling, waduk yang memanfaatkan air Citarum untuk membangkitkan listrik, bisa jadi contoh. Data PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Saguling menyebutkan, laju sedimentasi Saguling sangat tinggi mencapai 4 juta meter kubik per tahun.
Hingga tahun 2013, penyimpanan lumpur terisi 76,3 juta kubik endapan mati dan 28,8 juta meter kubik endapan hidup dari total kapasitas penyimpanan 167 juta meter kubik. Mayoritas endapan adalah lumpur dan sampah.
Kondisi ini jelas jadi ancaman bagi kehidupan manusia, bukan hanya di Bandung, melainkan peradaban Jawa-Bali. Menjadi wadah air raksasa pertama aliran Citarum, air waduk menjadi energi utama PLTA Saguling menghasilkan listrik ke sistem interkoneksi Jawa-Bali sebesar 2.600 gigawatt per jam setiap tahun.
Udara bersih
Sore di kebun percontohan kopi Sunda buhun yang dikelola Ayi Sutedja (51) dan Abah Memed (65) di Desa Pasirmulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, itu terasa menyejukkan. Pohon buah-buahan, seperti advokat, nangka, dan jambu, tumbuh subur melindungi kawasan itu dari sengatan matahari langsung. Ditambah rintik hujan yang mulai turun, kebun percontohan di ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut dan berjarak 30 kilometer dari Kota Bandung itu lebih dingin dari biasanya.
"Empat tahun lalu, kawasan ini hanya ditumbuhi sayuran. Tidak ada pohon-pohon buah. Saat kemarau udara terasa lebih panas memicu kebakaran hutan," kata Ayi.
Ia mengatakan, kopi sunda buhun dengan batang kecil dan daun tumbuh teratur di antara sela-sela pohon besar berperan menghadirkan kembali kesegaran yang pernah hilang. Dengan perhitungan 1 hektar kebun kopi bisa menyerap karbon dioksida (CO2) mencapai 25 ton per tahun dan melepas 16 ton oksigen (O2)ke udara, kebun kopi berperan vital memerangi polusi yang semakin menggila.
Apabila 0,6 ton oksigen bisa dikonsumsi 1.500 penduduk, 1 hektar tanaman kopi bisa memberikan pasokan oksigen bagi sekitar 40.000 orang dengan gratis.
Keberadaan pohon pelindung juga bisa menjadi penjaga kualitas lingkungan yang baik. Pohon dadap, misalnya. Dalam setahun, satu pohon dadap bisa menyerap 4,5 kg CO2 per tahun dan melepaskan sekitar 3 kg O2 per tahun gratis ke udara. Apabila dalam sehektar lahan kopi ditanam 500 pohon, dalam setahun bisa dihasilkan 1,5 ton oksigen per tahun atau setara kebutuhan lebih dari 3.000-4.000 orang.
"Kopi bukan hanya enak diminum. Dia menyimpan banyak kebaikan untuk bumi dan orang-orang sekitarnya. Mulai dari kesejahteraan hingga perlindungan alamnya," ujar Ayi.
Sumber: Kompas edisi 8 Juni 2016