The 15th Asean Working Group on Social Forestry (AWG-SF) Meeting
Jakarta, 10 Juni 2021, bertempat di Hotel Santika Jakarta dilaksanakan Pertemuan ke-15 ASEAN Working Group on Social Forestry (15th AWG-SF). Penyelenggaraan kali ini sangat spesial karena Indonesia menjadi host kegiatan dan dilaksanakan masih dalam suasana Pandemi Covid-19 sehingga dilaksanakan secara virtual melalui zoom video conference. AWGSF atau Kelompok Kerja ASEAN untuk Perhutanan Sosial adalah sebuah jaringan kerjasama pemerintah di Asia Tenggara dengan tujuan untuk memperkuat kerjasama ASEAN dalam perhutanan sosial melalui berbagi informasi dan pengetahuan.
Sehari sebelumnya, tanggal 9 Juni 2021 dilaksanakan pula ASEAN Technical Workshop untuk mempersiapkan The State and Outlook of Agroforestry in ASEAN. Buku ini menyampaikan tentang kondisi dan perkembangan pelaksanaan agroforestry di setiap negara ASEAN menjadi sarana berbagi pengetahuan dan praktek-praktek terbaik pengembangan agroforestry di ASEAN. Buku yang disusun oleh konsultan ICRAF ini kemudian di paparkan dan disetujui setelah mendapat masukan dari setiap negara anggota ASEAN. Sebagai penutup workshop teknis ini, Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Dr. Agus Justianto, menyampaikan closing remarks.
Sebagai pembukaan AWGSF ke-15, Direktur Jenderal PSKL, Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc, menyampaikan opening remarks yang berisi antara lain mengenai bagaimana perhutanan sosial di indonesia semakin kuat dengan payung hukum yang untuk pertama kalinya diatur dalam Undang-Undang yaitu UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu Dirjen PSKL menyampaikan berbagai upaya mitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap perhutanan sosial yang dilakukan di Indonesia antara lain berupa program e-learning pelatihan bagi petani, pemberian insentif untuk petani berupa Bang Pesona dan Bantuan ekonomi produktif, dan program Pemulihan Ekonomi Nasional di Kalimantan.
Pada Pertemuan AWGSF ke-15 ini bertindak sebagai Head of Delegation Indonesia adalah Direktur Penyiapan Kawasan Hutan, Ir. Erna Rosdiana, M.Si., dan bertindak sebagai Chair Person adalah Direktur Kemitraan Lingkungan, Ibu Jo Kumala Dewi. Anggota delegasi Indonesia berjumlah 29 orang yang merupakan perwakilan dari beberapa Eselon I terkait yaitu dari Badan Litbang dan Inovasi, Balai Penelitian Teknologi Agroforestry, Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, Biro Kerjasama Luar Negeri, Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, dan perwakilan Kementerian Luar Negeri. Ibu Erna Rosdiana sangat mengapresiasi keterlibatan instansi terkait dalam delegasi RI ini. “Sebuah kolaborasi nyata dan kerjasama yang baik antar Eselon I Kementerian LHK yang tergabung dalam Delegasi RI untuk bekerjasama, menyiapkan dan memperbaiki naskah state and Outlook of Agroforestry in ASEAN, menyiapkan country report tentang perhutanan sosial Indonesia, selain memberikan tanggapan dan menyampaikan posisi Indonesia”, kata Erna.
Dalam pertemuan ini disampaikan Rencana Aksi (Plant of Actions) Kerjasama ASEAN dalam program Perhutanan Sosial tahun 2021-2025 yang meliputi 5 strategi pokok yaitu mendorong pengelolaan hutan lestari, fasilitasi perdagangan, integrasi ekonomi dan akses pasar, resiliensi sektor kehutanan dan peran dalam perubahan iklim, serta penguatan kelembagaan dan penguatan sumber daya manusia. ASEAN Secretariat menyampaikan bahwa Rencana Aksi ini sangat penting untuk dipahami dan diimplementasikan oleh negara anggota ASEAN sebagai bentuk kesepakatan dan panduan dalam rangka mencapai tujuan pelaksanaan perhutanan sosial di ASEAN.
Sesi selanjutnya pertemuan AWGSF ke -15 adalah laporan dari setiap negara anggota ASEAN. Masing-masing negara menyampaikan paparan dalam waktu kurang lebih 15 menit. Negara-negara ASEAN yang memaparkan Country reportnya secara berurutan yaitu Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Philipines, Thailand dan Vietnam. Pada kesempatan ini negara-negara ASEAN menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan perhutanan sosial di negaranya masing-masing, yang berisi strategi nasional dan kebijakan untuk mempromosikan perhutanan sosial, praktik terbaik pelaksanaan perhutanan sosial, inisiatif baru dalam pengembangan perhutanan sosial, dampak COVID-19 terhadap pembanguan perhutanan sosial di masing-masing negara, tantangan serta rekomendasi yang diusulkan untuk memperkuat pembangunan perhutanan sosial.
Sesi selanjutnya adalah pemaparan dari para lembaga partner ASEAN dalam perhutanan sosial yaitu Centre for Internasional Forestry Research (CIFOR), Non Timber Forest Products Exchange Programme South and Southeast Asia (NTFP-EP), the Center for People and Forests (RECOFTC), World Agroforestry Centre (ICRAF), dan SEARCA. Para partner mempresentasikan berbagai program dan dukungan terhadap social forestry di ASEAN. Sebagai contoh, Community-based NTFP Enterprises (CBNE) Forum yang dikembangkan NTFP-EP merupakan program yang sangat menarik dalam pengembangan usaha kelompok perhutanan sosial khususnya dalam membangun solusi inovasi bagi pengembangan usaha produk hasil hutan khususnya bukan kayu dari perhutanan sosial, melalui pengembangan branding dan packaging, marketing and manajemen untuk kelompok usaha perhutanan sosial, bagaimana mengembangkan panen lestari, membangun value chain, membangun online marketplace untuk produk KUPS untuk memamerkan dan menjual produk nya dan membangun networking sesama KUPS dan mitra. Hal ini dapat menjadi contoh yang baik dalam pengembangan program dan kegiatan pengembangan kelompok usaha perhutanan sosial di Indonesia.
Pada sesi selanjutnya, RECOFTC menyampaikan hasil studi nya bagaimana peran perhutanan sosial dalam meningkatan resiliensi sektor kehutanan dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Hasil penelitian RECOFTC menunjukan bahwa perhutanan sosial sangat krusial dalam perannya menjadi jaring pengaman sosial ekonomi masyarakat menghadapi Pandemi Covid-19. RECOFTC selanjutnya menyampaikan implikasi kedepan yang harus dilakukan setiap negara anggota ASEAN antara lain mendorong peningkatan areal perhutanan sosial untuk meningkatkan kepastian tenure, bagaimana menciptakan dan memperkuat skema kredit dalam pembiayaan, memperkuat patroli perlindungan hutan, serta mengembangkan dan meningkatkan pelatihan dalam pengembangan mata pencaharian petani melalui agroforestry.
Di bagian akhir, ASEAN Secretariat sangat mengapresiasi peran Indonesia dalam mengorganisir pertemuan AWGSF ke-15 yang berjalan dengan baik dan berharap pengembangan perhutanan sosial semakin maju di regional ASEAN. Bu Erna Rosdiana selaku Head of Delegation Indonesia juga dibagian akhir menyampaikan ungkapan terimakasih kepada para pihak yang menjadi delegasi RI yang telah memberikan pembelajaran yang baik dalam mengembangkan kerjasama antar Eselon I di Kementerian LHK sebagai bentuk nyata dukungan terhadap program perhutanan sosial yang semakin baik.